Oleh : Muhamad Sahlan
Pagi
itu tanggal 16 Juni 2016, telah dibuka acara konferensi propolis pertama di
dunia. Kegiatan yang dilaksanakan hanya 2 hari ini diikuti oleh para peneliti
propolis di Dunia. Nampak peneliti-peneliti senior seperti Prof. Bankova dari
Bulgaria, Prof. Alexandra dari Brazil dan juga Prof. Maria Spivak dari Amerika.
Konferensi ini membahas berbagai isu terkait dengan propolis baik fungsi
propolis bagi lebah, kimia propolis dan perkembangan penelitian mengenai
pemanfaatan propolis terutama untuk kesehatan.
Acara
konferensi dimulai dengan presentasi mengenai fungsi propolis untuk lebah oleh
Prof. Maria Spivak. Melalui percobaannya terhadap sarang yang sudah dilapisi
propolis dengan yang tidak (lihat di gambar), Spivak membuktikan bahwa propolis
berfungsi sebagai daya tahan koloni lebah, koloni lebah yang sarangnya telah
dilapisi propolis lebih cepat berkembang dibandingkan dengan yang tidak. Hasil
penelitian ini bisa digunakan juga oleh para peternak lebah, terutama yang akan
membuat koloni baru (kotak baru), pelapisan bagian dalam kotak dengan propolis
akan meningkatkan daya tahan koloni, sehingga koloni dapat tumbuh dengan cepat
dan baik.
Gambar 1. Contoh
kotak yang dalamnya dilapisi oleh propolis (Sumber: Spivak 2015)
Yang seru mejadi topik bahasan dalam konferensi propolis tersebut
adalah hasil-hasil penelitian terkait dengan studi metabolomik dari berbagai
macam propolis di Dunia. Hasil-hasil penelitian mereka lab Prof. Bankova, Prof.
Alexandra dan Prof. Watson menunjukkan sangat bervariasinya senyawa-senyawa
yang terkandung didalam propolis. Prof. Bankova di dalam presentasinya
mengusulkan adanya kesepakatan untuk propolis yang sumber tanamannya dari
Poplar memakai senyawa CAPE (Caffeic acid phenethyl ester) sebagai standarnya,
karena senyawa ini sudah banyak diteliti, Sedangkan Prof. Alexandra banyak
membahas mengenai propolis dari negaranya yaitu Brazil yang telah memiliki
marker senyawa sendiri berupa Artepicilin C yang banyak terdapat di dalam
propolis mereka, Namun, tidak seperti Prof. Bankova. Prof. Alexandra lebih
terbuka mengenai penetapan standar dari propolis. Alexandra juga memaparkan
mengenai propolis dari stingless bee yang memiliki keragaman yang berbeda
dengan yang jenis Apis. Stingless bee (kelulut/teuweul) memiliki propolis yang
relative seragam, hipotesis dia hal ini disebabkan kelulut hanya mengambil
sumber resin dari satu atau 2 tanaman saja, hal ini berbeda dengan propolis
dari jenis Apis. Prof. Watson lebih terbuka terhadap standarisasi propolis,
karena penelitian-penelitiannya menjukkan bahwa setiap propolis memiliki ke
khasannya masing-masing, seperti propolis dari afrika yang memiliki aktivitas
anti malaria yang lebih unggul dibandingkan dengan propolis dari daerah lain.
Hal lain yang menarik dari para penceramah
tentang propolis ini adalah presentasi dari Prof. Kumazawa dari universitas
Shizuoka Jepang. Kumazawa meneliti senyawa-senyawa yang terkandung di dalam
propolis Okinawa Jepang. Propolis dari Okinawa tidak memiliki senyawa CAPE
maupun Artepicilin C, tapi mengandung senyawa lain yang khas yaitu
prenylflavonoids yang memiliki sifat antioxidant tinggi, setelah menemukan
senyawa tersebut, beliau melakukan penelitian berupa pencarian sumber resin
dari propolis dan ditemukan sumber tanamannya yaitu tanaman Macaranga tanarius
dari tanaman inilah resin propolis Okinawa di dapatkan, setelah diteliti bagian
mana yang mangandung resin ini, dan ditemukan bahwa resinnya ada pada daun,
batang dan buahnya. Yang menarik adalah setelah diketahui tanamannya, kemudian
dikembangkalah tanaman Macaranga tanarius menjadi tanaman herbal yang bisa
diekstrak zat aktifnya dari daun. Hal ini membuka peluang penelitian baru yaitu
berupa pencarian tanaman obat baru dengan petunjuk dari propolis di daerah
tersebut.
Gambar 2. Macaranga tanarius
0 comments:
Posting Komentar